Kebudayaan Daerah atau Kebudayaan Nasional?

     “Seperti apa kebudayaan nasional di Indonesia?” Tanya seorang mahasiswa BIPA.

     Pernahkan kalian dihadapkan pada pertanyaan seperti ini? Lalu, bagaimana kalian menjawabnya? Apakah kalian akan menjelaskan kebudayaan tempat kalian berasal, atau menjelaskan seluruh kebudayaan yang ada di Indonesia? Benar, ada banyak sekali kebudayaan yang berkembang di Indonesia.  Di tengah keberagaman tersebut ada argumentasi yang mengatakan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia adalah sama, sebagian migran dari Asia yang bercampur dengan penduduk asli beberapa pulau, setelah tinggal di Nusantara lalu menumbuhkan budaya yang berbeda-beda. Perbedaan ini bisa terjadi karena mereka hidup di tempat-tempat yang saling berjauhan, lingkungan hidup mereka yang berbeda-beda, tidak adanya komunikasi antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lainnya, dan karena pengaruh budaya luar yang masuk berbeda-beda pada setiap suku bangsa. Dari sekian banyaknya kebudayaan yang berkembang di Indonesia, pernahkah terpikirkan oleh kita kebudayaan nasional itu seperti apa?

     Ketika kita berada di wilayah tempat kita berasal, kita mungkin akan menganggap biasa kebudayaan yang ada di wilayah kita. Hal ini bisa terjadi karena kita setiap hari selalu menemukan kebudayaan tersebut sehingga menjadi kebiasaan kita. Lalu kemudian ketika kita dihadapakan dengan teman kita yang berasal dari suku bangsa yang lain dengan segala kebiasaan dan kebudayaannya, mungkin pada awalnya kita pun tidak akan terbiasa dengan dirinya, sehingga kita juga akan memperlihatkan kebiasaan yang sudah diajarkan oleh orang tua kita. Ketika ia menunjukan bahasa daerah tempat wilayah ia tinggal, lalu bertanya kepada kita tentang bahasa daerah tempat kita tinggal. Mungkin sepintas kita pun akan menjelaskan bahasa yang biasa kita gunakan sehari-hari di rumah.

     Lalu mari kita ubah ke kasus yang lainnya seperti pertanyaan di awal. Kita dihadapkan dengan seorang mahasiswa asing yang bertanya tentang kebudayaan nasional di Indonesia. Bisa jadi yang paling cepat kita ingat adalah kebudayaan tempat kita berasal. Kita pun akan menjelaskan tentang kebudayaan tempat kita berasal terlebih dahulu daripada kebudayaan suku bangsa lain di Indonesia yang tidak kita pahami secara mendalam. Lalu ketika mahasiswa asing tersebut bertanya bagaimana dengan dengan candi, rumah gadang, koteka, ondel-ondel, apa itu semua juga termasuk kebudayaan nasional? Ya, semua itu juga termasuk ke dalam kebudayaan nasional. Menurut saya, kebudayaan nasional hadir ketika kita dihadapkan dengan kebudayaan nasional dari negara lainnya. Akan ada tekanan yang muncul dan membuat kita harus mengangkat kebudayaan-kebudayaan di Indonesia ketika kita dihadapkan dengan orang asing. Sama halnya dengan kita yang menganggap biasa kebudayaan yang ada di rumah kita, lalu ketika kita dihadapkan dengan teman yang berasal dari suku bangsa lain, maka yang akan kita angkat adalah kebudayaan yang ada di rumah tangga kita tersebut. Ketika dihadapkan dengan kebudayaan negara lain, maka mau tidak mau kita pasti akan mengangkat kebudayaan tempat kita berasal juga sebagai kebudayaan nasional. Namun, sejauh apa kita bisa menjelaskan kebudayaan-kebudayaan lainnya di Indonesia, itu memang tergantung dari seberapa besar pengetahuan kita tentang kebudayaan-kebudayaan lainnya di Indonesia.

Menghapus atau Menyembunyikan Navibar pada Blogspot

Dari menu utama blogspot atau dari dashboard, pergilah menuju menu Template
Setelah berada di menu Template, pergilah ke menu Edit Html

Lalu setelah itu akan ada peringatan. Pilihlah Proceed
Dalam html tersebut, carilah tulisan seperti berikut: 
]]></bskin>
atau jika menggunakan menggunakan browser Mozilla Firefox dapat menggunakan menu Find dengan menekan tombol ctrl + F
Perhatikan tulisan yang dilingkari oleh warna hijau pada gambar berikut
Apabila hendak menghapus navibar maka letakan:
#navbar-iframe {height: 0; visibility: hidden; display: none;} tepat diatas ]]></bskin>
Sedangkan jika ingin menyembunyikan navibar dan muncul ketika disorot oleh kursor maka letakan:
#navbar-iframe {opacity: 0.0; filter:alpha (Opacity= 0)}
#navbar-iframe: hover {opacity: 1.0; filter:alpha (Opacity= 100, FinishedOpacity= 100)}
tepat diatas ]]></bskin>

Cara Mengubah Background atau Latar Belakang pada Blogspot

Dari menu utama blogspot atau dari dashboard, pergilah menuju menu Template
Setelah berada di menu Template, pergilah ke menu Edit Html

Lalu setelah itu akan ada peringatan. Pilihlah Proceed
Dalam html tersebut, carilah tulisan seperti berikut: 
background: url('lokasi gambar');
atau jika menggunakan menggunakan browser Mozilla Firefox dapat menggunakan menu Find dengan menekan tombol ctrl + F
Perhatikan tulisan yang dilingkari oleh warna hijau pada gambar berikut

Dalam gambar tersebut juga tercantum:
background-size: 100%;
itu berarti, dengan mencantumkan background-size: 100%; maka resize atau ukuran lebar dari background gambar akan menyesuaikan dengan resize monitor yang membuka blog tersebut
Kemudian kita dapat pula mencantumkan background-attachment: fixed; pada HTML tersebut jika ingin backgroundnya statis ketika men-scroll blog tersebut
Maka setelah semuanya selesai, klik Save template

Download Coukai or Listening Section for Minna no Nihongo Books

For Minna no Nihongo book one you can download here
Then for Minna no Nihongo book two you can download here

Dia yang Tidak Berubah

  Sepertinya buku itu sudah terjual. Sial benar. Padahal aku sudah mempunyai cukup uang untuk membeli buku itu, tetapi sepertinya sudah dibeli lebih dahulu oleh orang lain. Percuma dong aku datang ke toko buku ini. Benar-benar sial. Tetapi ya sudahlah, daripada menggerutu lebih baik aku membaca saja dulu di sini.
  Ketika pikiranku sudah melayang karena membaca buku, tiba-tiba saja seperti ada yang memanggilku.
   Hei Ian, apa kabar?”
  Benar saja ada yang memanggilku. Kira-kira siapa ya? Aku menoleh ke arah belakang dan ternyata benar saja dia yang tadi memanggilku. Dia tepat berdiri di belakangku. Wajahnya putih bersih den tersenyum dengan lesung pipinya. Kerudung bermotif warna hijau menghiasi kepalanya. Ia mengenakan sweeter berwarna hijau muda dan celana jeans. Sepertinya aku mengenal orang ini. Tapi aku lupa namanya siapa.
  “Hei Ian, sombong sekali nih, bagaimana kabarmu?”
  Ah tidak, maaf ya, aku baik, bagaimana denganmu?”
  “Aku juga baik, sudah lama ya tidak bertemu.”
  “Iya sudah lama sekali ya.”
  Ah aku baru ingat. Rupanya dia. Teman lamaku ketika SD. Dulu ia tidak berkerudung. Pantas saja aku susah mengenalinya. Tidak aku sangka akan bertemu lagi dengan dia setelah terakhir kali acara perpisahan SD.
  “Sedang baca buku ya Ian?”
  “Iya, ah tidak, sebenarnya tadi aku sedang mencari buku untuk dibeli, tapinya sudah habis stoknya.” Saat ini aku sedang malas mengobrol dengan orang lain. Semua ini karena buku yang ingin aku beli sudah tidak ada. Membuat aku jadi malas melakukan apa-apa. Tapi biarkan sajalah. “Kamu sendiri sedang apa di sini, mencari buku juga?”
  “Iya, hanya mencari buku novel saja.”
 “Kamu masih suka membaca novel ya.” Aku tahu karena dulu aku pernah ke rumahnya. Ternyata dia memiliki banyak koleksi novel. Tapi sanyangnya itu novel romantis yang sebenarnya tidak cocok untuk dibaca anak SD.
  Kemudian kami membicarakan tentang banyak hal. Tentang hobi, kesibukan, dan juga kehidupan kami masing-masing belakangan ini.
  oh iya ngomong-ngomong Ian, kamu masih menyimpan jam itu tidak.”
  “Jam?”
  “Iya, Jam yang aku beri ke kamu ketika waktu SD dulu.”
  “Oh iya, masih aku simpan kok, jam berwarna ungu dan berbentuk gitar.” Sebenarnya sih aku tidak ingat jam itu ada dimana. Mungkin sudah berada di gudang. Tapi aku tidak enak hati, mana mungkin aku bilang yang sebenarnya. “Jam itu masih ada kok, tenang saja.”
  Wah, terima kasih ya sudah dijaga.”
  “Memangnya kenapa sih kamu memberi aku jam itu?”
  Masa kamu tidak mengerti sih.
 “Ya sebenarnya aku mengerti, tapi kenapa dulu kamu memberikan aku jam itu, padahal waktu itu kita masih SD loh.” Iya, yang benar saja. Aku pikir anak SD mana mungkin sudah bisa menyukai lawan jenis. Bukankah pikirannya masih tentang bermain saja.
  “Iya aku tahu, tapi ya mau bagaimana lagi, memangnya tidak boleh ya suka sama orang lain?”
  Wajahnya ceria sekali, seperti mengolok-olok aku saja. Di umurku yang sudah dewasa ini, aku memang mengerti perasaannya yang sudah bisa menyukai lawan jenis. Berbeda dengan aku yang dulu. Ketika SD aku sama sekali tidak mengerti kenapa dia suka melakukan sesuatu hal untuk menarik perhatianku. Aku pikir dia melakukan itu karena sengaja mengajakku bermain. “Kamu ini bisa saja.”
  Hey kamu ingat tidak Ian, dulu aku sering mengajakmu untuk pulang bareng?”
  “Iya aku ingat kok, tapi aku selalu menolak, sampai suatu hari kamu pernah memaksa aku untuk pulang bareng.”
  “Habisnya kamu menyebalkan, diajak pulang bareng aja susah banget, terpaksa deh aku minta bantuan teman-teman kita supaya kita bisa pulang bareng.
  “Waktu kecil aku malas pulang berdua saja denganmu, lebih baik aku pulang bersama teman-teman yang lain.”
  Oh begitu, lalu kalau sekarang diajak pulang bareng gimana?”
  “Sialan. tetep nggak mau, kamu cerewet sih, ngomong melulu”
 Hahaha, nggak apa-apa, setidaknya dulu aku ingat sering duduk sebangku denganmu”
  “Iya duduk sebangku sih sebangku, tapi diantara murid-murid yang lain, cuma kita doang tahu yang duduk sebangku cewek dan cowok”
  Biarin aja, kan jadinya mencolok tuh di kelas”
  “Sial kamu”
  “Ian, kalau sekarang, kamu mau nggak jadi pasanganku, kalau dulu kan aku sering dekat sama kamu tapi belum pernah bilang seperti itu”
  Ya ampun. Anak ini kenapa? Nekat sekali. Padahal baru beberapa jam yang lalu bertemu. Tapi sudah berani berbuat seperti ini.
  “Sudah, jawab saja iya, cuma pasangan sebentar doang kok.
  Sebentar katanya? Mungkin tidak apa-apa. Lagipula saat ini aku memang tidak punya pasangan.“Iya deh.”
  Hahaha, terima kasih ya.”
  “Iya sama-sama.”
  “Tapi sepertinya hubungan kita cuma di sini, karena besok aku sudah tidak di sini lagi.”
  Loh memangnya mau kemana?”
  “Aku harus pergi ke luar negeri, aku kuliah di sana.”
  Oh begitu ya.” Pantas saja selama ini aku tidak pernah melihatnya lagi di sekitar kota ini. Rupanya dia sudah kuliah di luar negeri. Hebat sekali. Aku juga sebenarnya ingin berkuliah di luar negeri.
  “Sepertinya sudah sore, sudah dulu ya, aku harus pulang, dah!"
  Apa selama ini dia memperhatikan aku? Seperti sering membuka jejaring sosial milikku. Apa yang selama ini dia pikirkan, aku sama sekali tidak mengerti. Tapi Biar bagaimanapun juga, dia tetap anak SD yang aku kenal dulu.

Suasana Aneh


     Aku duduk bersandar di atas kasur sambil menonton televisi. Dengan mata mengantuk aku menonton acara komedi. Aku yakin bahwa acara itu sebentar lagi  habis jam tayangnya. Tapi, tiba-tiba semua menjadi suasana yang aneh. Ruang kamarku tiba-tiba berubah menjadi gelap. Badanku ingin sekali kugerakan. Tapi anehnya tidak bisa bergerak. Aku lihat di sekelilingku ada dua orang lainnya selain aku. Mereka tidak seperti manusia normal. Dalam hati aku bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi? Aku seperti patung yang ada dalam kegelapan.
     Tepat di hadapanku berdiri seorang pria. Pria ini mengenakan baju panjang belang-belang warna merah dan hijau. Dia juga menenakan celana jeans panjang warna biru tua. Rambutnya berantakan sekali. Mukanya menyeramkan. Sorot matanya yang tajam seolah mengatakan "aku akan membunuhmu." Kulihat tangannya mengenggam cakar yang panjang. Sepertinya cakar itu memang digunakan untuk membunuh. Untung saja pria itu tidak berdiri menghadapku. Dia berdiri menghadap ke kanan. Tapi apa yang dia lakukan? Dengan senyum lebarnya itu dia selalu tertawa. Aku yakin sekali orang ini pasti pembunuh. Dia keliatan seperti pembunuh bayaran yang gila. Selalu siap dengan cakarnya untuk membunuh. Aku berharap dia tidak datang ke arahku. Matanya yang tajam itu sepertinya digunakan untuk mencari mangsa.
   Begitu aku lihat ke arah kanan, berdiri satu pria lagi yang menyeramkan. Dia menggunakan topeng berwarna putih. Topeng itu mempunyai dua lubang yang digunakan orang itu untuk melihat. Aku tidak bisa melihat matanya. Hanya terlihat gelap di balik lubang di topengnya. Rambutnya basah sekali. Tidak, seluruh tubuhnya basah sekali. Pakaian hitam polos dan celanya jeans yang dia kenakan juga basah. Mungkin dia baru saja keluar dari kolam air. Tangannya menggenggam sebilah pendang. Pedangnya besar sekali. Pasti pedang itu berat. Orang itu hanya berdiri saja. Tidak ada yang dia lakukan. Badannya yang tegap itu tepat menghadap orang yang membawa cakar. Dia juga pasti pembunuh. Tapi, kenapa harus ada topeng di mukanya? Semuanya semakin membingungkan aku.
     Ruangan ini gelap sekali. Tidak ada penerangan di manapun. Badanku memang tidak bisa digerakan. Tetapi, aku masih bisa melihat keadaan di sekelilingku. Lantai yang aku injak ini ternyata aspal. Dan aku ternyata sudah menggunakan sepatu. Tapi sejak kapan? Di kiri dan di kananku ada dinding pembatas. Kelihatannya samar-samar sekali. Setelah kuperhatikan, ternyata itu tembok. Di hadapanku tidak ada apa-apa kecuali dua orang itu. Di belakang juga gelap, tidak kelihatan apa-apa. Aku lihat ke arah atas. Ternyata tidak ada atap. Yang kulihat langsung langit bumi yang luas. Bulan dan bintang pun tidak ada. Aku yakin ini bukan di dalam ruangan. Sejenak aku diam, lalu pikiranku mengatakan bahwa aku berada di jalan kecil di antara dua gedung yang tinggi.
  Aku merinding berada di dalam situasi ini. Bagiku, kedua orang itu terlalu menyeramkan. Tempat ini pun terlalu asing buatku. Dalam kegelapan dan suasana yang hening. Aku tiba-tiba mendengar suara. Aku tahu ini suara telepon. Tidak tahu dari mana asal suara itu. Tetapi, bersamaan dengan suara itu, kegelapan ini berubah menjadi terang. Kedua orang di hadapanku menghilang. Aspal dan dinding hitam di sekitarku juga menghilang. Ketika mataku berkedip, mataku berat sekali untuk dibuka. Sekuat tenaga aku buka mataku. Begitu kubuka mata, semuanya langsung berubah menjadi kamarku. Aku masih ada di atas kasur. Masih dalam keadaan duduk bersandar menghadap televisi. Ternyata televisi itu tidak mati. Sejenak kuperhatikan acara di televisi itu. Di sebelah kanan atas televisi itu muncul tulisan “Horror Movie : Freddy and Jhonson.